Minggu, 02 Agustus 2009

Bab 3. Bila Hati yang Terpaut

Sesosok peninggal wangi tanjung itu mengenakan kain pembalut berwarna putih gading. Halus dan sangat licin. Kain itupun menutupi sebagian wajahnya, menyisakan dua buah telaga yang begitu bening dan indah. Pada permukaan telaga itu menggenang luapan-luapan air yang nyaris menguap, tumpah.

“kau bodoh Nalaya! Kau bodoh!!” berkali-kali kalimat itu terngiang-ngiang di benaknya. Kalimat itu bersarang dan berputar-putar di ujung lidahnya tanpa pernah bisa keluar melewati batas bibir.

Nalaya tak sadarkan diri. Sebuah jarum kecil pembius telah ditiupkan melalui sumpit oleh bibir yang terhembus udara.

Kendati hatinya masih terus mengumpat lelaki itu, tapi tak urung tangannya tetap bekerja membersihkan lumpur di sekujur tubuh dan luka yang masih mengalirkan darah. Airmatanya terus menetes. Bibir itu sesekai menyeka dan menelan asin bulir halus tersebut.

Selembar selendang, dicelup pada air di batok kelapa yang masih bersih, lantas selendang itu diusapnya pada pelipis Nalaya. Lalu turun, melingkari mata, dicelupnya lagi, dan air di batok itu sudah mengeruh. Kali ini ia mengusap kening, pipi, hidung, dagu.. begitu seterusnya hingga wajah itu tampak rupa.

Perempuan itu memerlukan mengambil air lebih banyak untuk membersihkan tubuh Nalaya yang tadi berkubang lumpur. Dengan gesit ia bertindak dan dalam sekejap saja ia berhasil mengumpulkan air dalam berbelas batok.

Setelah seluruh permukaan wajah, leher, lengan dan kaki bersih dari tempelan lumpur. Perempuan itu berdiam sejenak. Ia memandang, kemudian mundur setindak. Maju lagi, lantas mundur setindak lagi. Ragu, ya! Ia ragu bertindak.

Dipikirnya berulang dalam maju-mundur beberapa kali itu. Ia menarik nafas panjang dan akhirnya ia membulat untuk maju dan mendekati Nalaya yang masih tak sadarkan diri. Dibukanya perlahan pakaian yang membalut Nalaya. Sesekali ia memerlukan untuk memejamkan mata. Kemudian diusapnya lagi dengan selendang basah hingga tubuh itu bersih. Setelah itu, dengan nafas tertahan, ia menurunkan pakaian penutup bagian bawah tubuh Nalaya. Iapun mengusapnya dengan selendang basah. Jantungnya berdegup kencang menemukan kemaluan Nalaya.

Dan saat ia akan membersihkannya, tubuh Nalaya bergerak. Perempuan itu terkesiap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar